S T I A - B A N D U N G
Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi

Blog Resmi STIA Bandung
Jangan Suruh Aku Berjalan Ketika Aku Ingin Terbang!

Copyright 2010 gubhugreyot.blogspot.com - All rights reserved

Selasa, 11 April 2017

FOTO-FOTO STIA BANDUNG


Sabtu, 20 November 2010

TKI dan TKW menjadi Indikator Maju Tidaknya Indonesia

TKI dan TKW menjadi Indikator Maju Tidaknya Indonesia
Indonesia merupakan negara yang terlalu banyak dengan konsep yang selama ini jarang sekali memperlihatkan realitas akan sistem yang diterapkan dalam berbagai aspek. Padahal, sumber daya manusianya banyak ditemukan orang-orang yang berpotensi baik dari hal pendidikan, ekonomi, sosial, dsb. Tapi mengapa Indonesia selalu dipandang terbelakang??? Selalu di klaim lemah??? dan selalu dikatakan negara yang penuh dengan kemiskinan??? Salah satu untuk meninjau bahwa Indonesia sulit untuk berkembang dibanding negara-negara lain adalah masih terdapatnya sumber daya manusia indonesia yang bergantung pada keadaan ekonomi negara lain. Karena mereka menganggap bahwa negara yang mereka duduki untuk mencari mata pencaharian lebih memuaskan daripada di indonesia. Apa pernah kita bertanya, kenapa mereka lebih memilih bekerja di negara lain daripada di negaranya sendiri??? Dan sekarang tidak dapat kita sangkal pula, keberadaan TKW dan TKI menunjukan ketidakmampuan Pemerintah Indonesia untuk memakmurkan/ mensejahterakan bangsanya. Lalu apa yang harus kita lakukan sebagai warga negaranya terhadap Negara???
Disini kita dapat melihat sejarah negara yang berawal dari kehancuran, seperti jepang. Negara yang pada saat sekarang digandrungi dengan kemajuan-kemajuan industry, yang pada awalnya negara jepang sangat berantakan sesudahnya hiroshima dan nagashaki di luluhlantahkan oleh amerika. Pada peristiwa itu, pemimpin jepang menanyakan "berapa guru yang tersisa dinegeri ini??? ujarnya terus menerus bertanya akan keberadaan guru". Dalam artian, kata-kata itu memiliki makna yang sangat dalam, bahwa pusat kemajuan negara berada pada titik pendidikan yang dapat menghasilkan manusia-manusia super (berkualitas) untuk membangun kembali negara yang telah bobrok yang berpusat pada seorang guru. Yang pada akhirnya pun negara jepang dapat berdiri kembali dengan kemampuan-kemampuan SDM (sumbar daya manusia) yang sangat dahsyat terutama dengan keahlian industri-industrinya. Bahkan, rakyat-rakyat indonesia banyak yang bekerja disana, dan banyak lagi yang bekerja di negara-negara selain jepang, seperti: Malaysia, Arab Saudi, dll. Apakah kita pernah bertanya, kenapa mereka tidak kerja di Indonesia saja??? Padahal sekarang banyak tragedi-tragedi TKI dan TKW yang bekerja di negara lain diperlakukan dengan sewenang-wenang, dilecehkan, diperlakukan dengan kekerasan, dsb.
Terus apa yang negara lakukan untuk bangsanya yang tertimpa peristiwa seperti itu???
Apakah ada bukti dari penerapan UUD'45 bahwa negara akan melindungi segenap bangsa???
Yang harus kita lakukan untuk Indonesia adalah bagaimana agar reputasi negara menjadi baik dan maju.Yang paling awal harus diperhatikan adalah Pendidikan.
Apakah indonesia tak pernah berniat untuk maju???
Apa realisasi Indoesia mengenai kemerdekaan RI???
Apa hanya dengan ritual 17 Agustusan saja???
Mari kita bangkit dari segenap keterpurukan yang senantiasa menyelimuti negeri ini. Dengan mengembangkan Pendidikan Bangsa, sehingga tak kan ada lagi pelecehan-pelecehan yang menggandrungi telinga kita dari pihak-pihak yang selama ini menyepelekan.
Saya harap, wakil-wakil rakyat yang berada dikursi amanat Tuhan, mari kita bangun kembali kebobrokan hari ini dengan kemapanan Indonesia yang tak kenal lelah dan tak pernah gentar dengan apapun. Sehingga, bangsa kita tidak akan pernah merasakan kembali keresahan, kegelisahan, ketakutan, dan kesedihan pada dirinya untuk menjadi warga Negara yang baik.
Jayalah NEGERIKU…..
Berkibarlah BENDERAKU….
INDONESIAKU……

Penulis: (TEDI SETIADI Mahasiswa STIA Bandung)

Sabtu, 24 Juli 2010

Jawa Barat Tuan Rumah PON 2016

Jakarta (ANTARA News) - Provinsi Jawa Barat ditetapkan menjadi tuan rumah Pekan Olah Raga Nasional (PON) XIX/2016 setelah mengalahkan Provinsi Banten secara aklamasi pada Rapat Anggota KONI 2010 di Jakarta,

Ketua KONI Rita Subowo di Jakarta, Selasa, mengatakan, untuk menentukan tuan rumah diperlukan arahan dari panitia penjaringan yang selama ini telah dibentuk untuk proses bidding.

"Ada yang tidak memungkinkan jika Banten menjadi tuan rumah PON 2016. Dengan kondisi itu secara aklamasi Jawa Barat ditetapkan menjadi tuan rumah," katanya saat dikonfirmasi.

Menurut dia, untuk menjadi tuan rumah harus memenuhi 16 persyaratan yang telah ditetapkan diantaranya adalah dukungan dari semua pihak serta kesiapan sarana dan prasarana.

Meski demikian, kata dia, khusus untuk Banten masih diberikan kesempatan untuk mempersiapkan diri menjadi tuan rumah PON setelah PON Jawa Barat nanti.

"Kami tetap memberikan kesempatan bagi provinsi yang akan menjadi tuan rumah termasuk Banten," katanya menambahkan.

Sebagaimana diketahui proses bidding PON 2016 diikuti oleh dua provinsi yaitu Jawa Barat dan Banten. Sedangkan peserta yang mengkuti rapat KONI sebanyak 246 delegasi dari 33 provinsi serta pengurus besar olah raga.

Sementara itu Gubernur Jawa Barat Achmad Heryawan mengaku puas dengan penetapan Jawa Barat menjadi tuan rumah PON 2016.

"Sebelumnya kami telah optimistis 100 persen jika Jawa Barat menjadi tuan rumah PON karena persiapan yang kami lakukan telah maksimal," katanya saat dikonfirmasi.

Menurut dia, pada PON 2010 pihaknya telah menyiapkan venus bagi 43 cabang olah raga yang akan dipertandingkan pada event empat tahunan itu.

Untuk menggelar PON pihaknya telah menyiapkan beberapa kompleks olah raga diantaranya adalah Gede Bage, kompleks Si Jalak Harupat, Arca Manik serta beberapa wilayah di sekitar Bandung Raya diantaranya Cirebon dan Purwakarta.

Khusus untuk pembangunan venus di Arcamanik, pemerintah provinsi Jawa Barat menganggarkan Rp600 miliar. Dana tersebut berasal dari APDB dan berharap mendapatkan bantuan dari APBN.

Ledakan Tabung Tak Boleh Hentikan Konversi Gas

Jakarta (ANTARA News) - Ledakan tabung gas telah memakan banyak korban. Itu musibah yang sangat tragis dan memilukan. Ibu-ibu rumah tangga ketakutan. Mereka membuang tabung gas yang dulu diberikan pemerintah secara gratis dalam program konversi minyak tanah ke gas.

Secara demonstratif, di depan kamera televisi, sejumlah ibu menggelindingkan puluhan tabung gas 3 kg di tengah jalan dalam sebuah unjuk rasa di Jakarta. Tabung gas mirip buah melon warna hijau itu ditempeli tulisan yang menyeramkan: BOM!

Pesan yang ingin disampaikan adalah ledakan tabung gas itu sama dengan teror. Kehancuran yang ditimbulkannya sangat tragis dan memilukan.

Seorang anak bernama Ridho, korban ledakan gas, dengan muka dan sekujur tubuh penuh luka bakar, dibawa ibunya ke Istana Presiden. Ibu dan anak yang datang dari Jawa Timur itu, dengan berurai air mata, meminta bantuan Presiden SBY. Petugas Istana mengantar Ridho ke Pertamina.

Televisi melihat sebuah drama. Ridho dibawa ke RSCM dan ditayangkan di televisi. Pemirsa menangis. Sumbangan berdatangan. Pejabat dan tokoh ramai besuk ke rumah sakit. Dengan bantuan masyarakat dan pemerintah, Ridho akhirnya bisa dirawat untuk diatasi luka bakarnya.

Selain mengangkat kasus Ridho, stasiun televisi juga menayangkan korban-korban lain yang tidak kalah memilukannya. TVOne, misalnya, mendatangkan ke studio seorang bayi berumur sekitar satu bulan. Si bayi di operasi caesar dari ibunya yang sekarat akibat ledakan tabung gas 12 kg yang menghancurleburkan rumahnya di Tangerang. Bayi wanita itu begitu lahir sudah sebatang kara. Ayah, ibu dan kakaknya, tewas akibat ledakan tabung gas.

Ini betul-betul fakta. Bukan infotainment yang dinilai sensasional dan berlebihan. Sejak Juni 2010 terjadi setidaknya 33 ledakan tabung gas ukuran 3 kg. Saking maraknya, seorang profesor menulis artikel opini di suratkabar dengan judul bombastis: "Tabung Gas: Teroris Baru Indonesia".

Tabung gas telah menjelma menjadi momok yang menakutkan. Trauma itu telah membuat masyarakat ingin kembali ke minyak tanah.

Salah kaprah
Kecenderungan ini salah kaprah. Bolehlah menganggap tabung gas sebagai teroris. Itu diakui sangat mencekam dan menakutkan. Sebab, kalau tidak dicegah dan dilakukan berbagai antisipasi, ledakan tabung gas akan memakan korban jauh lebih banyak lagi.

Tapi bukan berarti dengan maraknya ledakan, lalu program konversi gas dianggap gagal dan perlu dihentikan.

Konversi gas adalah jalan keniscayaan. Hampir semua negara di dunia, kecuali sebuah negara di Afrika yang masih mempertahankan penggunaan minyak tanah, telah beralih ke gas.

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan program konversi minyak tanah ke gas sejak tiga tahun lalu sepenuhnya menjadi tanggungjawab pemerintah yang ingin mengurangi subsidi BBM. Pemerintah waktu itu sangat yakin gas lebih murah dan aman dibanding minyak tanah.

Keamanan penggunaan gas itu bisa dibuktikan dengan statistik bahwa dalam tiga tahun hanya terjadi 36 kali ledakan gas dari 70 juta tabung gas. Ini berarti, dari setiap dua juta tabung, hanya satu yang meledak.

Angka ini kalah dramatis dari kecelakaan akibat listrik. Di Jakarta saja, dalam setahun ada 600 hingga 800 kali kebakaran akibat korsleting listrik. Dahulu, waktu minyak tanah menjadi primadona, jumlah kasus kebakaran akibat kompor mleduk lebih banyak lagi.

Jadi, keinginan kembali ke minyak tanah, adalah langkah sangat mundur. Beban pemerintah sangat berat karena harus mengeluarkan subsidi yang mencapai nilai Rp50 triliun. Kini, penggunaan gas sudah meringankan beban subsidi itu.

Kalau pun ada masalah, cara penanganannya yang harus diperbaiki. Tidak ada energi yang bebas dari resiko. Jadi, bukan konversinya yang dipersoalkan, tapi adalah cara pemakaian dan pengamanannya yang harus dicarikan solusinya. Ledakan tabung gas, tidak boleh menghentikan program konversi gas.

Harus dievaluasi
Program konversi gas ke depan harus dievaluasi dengan matang. Faktor keamanan dan keselamatan harus benar-benar diperhatikan. Jangan sampai ada kesan, konversi gas hanya untuk solusi pragmatis, yaitu mengurangi subsidi BBM.

Pemerintah, aparat, dan semua pihak harus berusaha agar ledakan tabung gas tidak boleh terjadi lagi. Jangan lagi ada nyawa melayang akibat tabung melon yang meledak.

Untuk itu, pengawasan harus diperketat. Mulai dari pengadaan tabung gas, pengisian maupun agen. Operasi-operasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian membuktikan banyak tabung gas yang tidak sesuai standar. Aparat juga menemukan kecurangan dalam pengisian yang tidak sesuai dengan berat yang tertera dalam tabung.

Satu hal penting lagi adalah jangan pernah menyepelekan masalah sosialisasi. Seolah-olah jika sudah mengumumkan ke media massa unsur masyarakat akan mengerti dan selanjutnya mendukung program konversi tersebut. Masyarakat jadi lalai jika pada saat tertentu selang harus diganti.

Ini karena sosialisasi tidak terlaksana dengan baik. Akibatnya harus dibayar dengan mahal. Kelalaian mengganti selang tersebut membuat tabung menjadi bocor sehingga terjadi ledakan yang membahayakan.

Jadi, ledakan tabung gas itu sebetulnya resiko yang bisa diatasi dan dicegah seminimal mungkin. Jika pengamanan, pengawasan, dan sosialisasi dilakukan dengan sebaik-baiknya, tentu tabung gas bukan teroris baru di Indonesia.

Tabung gas bukan sebuah astagfirullah, tetapi sebuah berkah yang harus disambut dengan alhamdullilah.

Sampai saat ini konversi minyak tanah ke gas sudah menyelamatkan subsidi sebesar Rp50 triliun. Jelas manfaat konversi gas lebih besar dari mudharatnya.

Oleh karena itu, ledakan tabung melon tidak boleh menghentikan program konversi minyak tanah ke gas.

Ledakan itu harus dicegah. Pengamanan diperkuat. Pengawasan diperketat. Sosialisasi ditingkatkan. Bukan konversi gasnya yang dihentikan. (*)

Template by : kendhin x-template.blogspot.com